Rabu, 26 November 2014

amplang ikan tenggiri



Amplang Ikan

Kerupuk Amplang adalah makanan khas kalimantan timur, dikenal juga dengan nama kerupuk kuku macan. Kerupuk ini mempunyai rasa yang gurih, enak dan sungguh istimewa. Bahan utama amplang ini adalah ikan tenggiri dan sagu. Ikan tenggiri boleh juga diganti dengan ikan lainnya hanya saja cita rasanya akan sedikit berbeda. Aneka Amplang ikan enak dijadikan cemilan santai. Amplang yang baik dapat bertahan sekitar satu tahun, namun terlalu lama juga tidak baik. Bahan pembuatan amplang juga mudah didapat sehingga pembuatan amplang juga cukup mudah tapi memerlukan waktu yang sedikit lama. Bagi anda yang ingin membuat kerupuk amplang , Berikut resep cara membuat ampalang :


Bahan Membuat Amplang :
»ikan tenggiri/gabus ( 1 KG )
»Sagu 2 Kg
»Bawang Putih secukupnya
»Garam 4/5 Ons
»Air 750 ml
»Penyedap Rasa 1/5 ons
»Minyak Untuk menggoreng

Cara pembuatan amplang :
»Giling ikan segar sampai halus
»kemudian campurkan dengan air, garam, serta penyedap rasa. aduk hingga rata.
»Setelah adonan merata, tambahkan tepung sagu kemudian diuleni.
»Ambil adonan dan timbang sekitar 1 Kg kemudian bentuk tabung dan
memanjang
»Rebus Adonan yang telah kita bentuk sekitar 1 jam setelah itu dijemur agar hasilnya bagus.
»Setelah dijemur iris iris halus adonan kemudian goreng selama kuranglebih 30 menit atau sampai matang sambil diaduk aduk agar tidak gosong. Tiriskan.
»Masukan dalam plastik atau toples
kedap udara.
»Amplang siap dinikmati.

Senin, 24 November 2014

MAKALAH MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN SOSIS FERMENTASI



MAKALAH MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN
SOSIS FERMENTASI (SALAMI)


Oleh:
ROFIDAH AJIZAH
1303035088





UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PS/JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
SAMARINDA
2014
          KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala yang senantiasa memberikan ridho dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini. Tema yang dipilih pada Penulisan makalah Mikrobiologi Pengolahan yang diajarkan oleh Ibu Ir. Hudaida, dengan judul SOSIS FERMENTASI (salami).
Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Mungkin dalam penulisan ini masih terdapat kesalahan, oleh kerena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesepurnaan makalah ini.


Samarinda, 24 September 2014
Rofidah Ajizah
 







DAFTAR ISI
Halaman

KATAPENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosis Fermentasi............................................................... 3
2.2 Pediococcus cerevisiae....................................................................... 6
2.3 Jenis-jenis Sosis.................................................................................. 9
2.4 Bahan Pembuatan Sosis..................................................................... 8
2.5 Mekanisme Reaksi............................................................................ 14
2.6 Pengendalian Proses Pembuatan Sosis Fermentasi........................... 15
2.7 Karakteristik Sosis Fermentasi.......................................................... 19
2.8 Manfaat Sosis Fermentasi................................................................. 20
BAB II. PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAK............................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya. Beberapa produk makanan yang sekarang ini terus-menerus tampil di layar televisi selalu saja muncul dengan cassing/tampilan baru seperti; sosis, snack ringan, minuman dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat begitu antusias ketika terus menerus dijejali produk-produk baru dalam mengkonsumsinya. Tidak hanya makanan saja, tetapi juga bebrapa mode yang lain kerap membanjiri iklan di sana-sini.
Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya lebih menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat tidak mau bersusah payah  dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada pagi hari kita mau berangkat kerja atau berangkat kuliah meraka lebih memilih membeli roti, atau sekedar memasak mie instan yang lebih cepat dan praktis dimakan dari pada memasak nasi/lauk dulu. Pertanyaannya, apakah makanan yang praktis dan siap saji menjamin kesehatan kita? Bagaimana efek/dampak kesehatan masa tua kita ketika selalu mengkonsumsi makanan tersebut?
Baiklah, kiranya kita semua harus waspada terhadap makanan siap saji di atas. Karena beberapa ahli kesehatan berpendapat bahwa makanan ini bahwasanya mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis yang sangat bahaya dalam tubuh. Sudah barang tentu makanan yang terlalu banyak mengandung pengawet akan sebagai toksik/racun dalam  metabolisme tubuh kita.
Tapi disini akan menerangkan produk makanan yaitu sosis fermentasi yang Memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah diserap dan dicerna oleh tubuh. Dan proses pembuatan atau bahan-bahan yang terkandung di dalam nya.
1.2   Rumusan Masalah
·        Apa Pengertian sosis fermentasi?
·        Jenis-jenis sosis?
·        Bahan apa saja dalam pembuatan sosis fermentasi?
·        Bagaimana cara pembuatan sosis fermentasi?
·        kandungan mikroba apa yg ada di dalam sosis fermentasi?
1.3  Tujuan
·         Dapat mengetahui mana produk sosis yang baik di konsumsi, dan
·         Dapat mengetahui sosis fermentasi mengandung bakteri apa saja .




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi (salami) merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat, yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Salami berasal dari kata suh-lah-mee . Salami merupakan famili produk sosis fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Hui et al (2001) menyatakan sosis fermentasi dibedakan berdasarkan kadar airnya, yaitu sosis kering (dry sausage) dengan kadar air 30%-40% dan sosis semi kering (semi dry sausage) dengan kadar air 40%-50%. Jenis sosis kering memiliki umur simpan yang yang baik dan dapat disimpan tanpa pendinginan. Pembuatan sosis fermentasi diawali dengan  penggilingan, pencampuran dan atau pencacahan daging pada temperatur -4.4ºC sampai -2.2ºC,ditambahkan lemak, kemudian dimasukkan starter, garam dan bumbu, kemudian produk dipadatkan dalam casing pada temperatur -2.2ºC sampai -1.1ºC. Produk diinkubasi pada proses fermentasi oleh mikroorgamnisme asam laktat pada temperatur 21.1ºC sampai -37.8ºC, selama proses fermentasi produk digantung,  pengeringan dilakukan pada temperatur 10-21ºC (Soeparno, 1994).
Sosis fermentasi melibatkan fermentasi oleh bakteri asam laktat dalam proses pembuatannya (Buckle et al, 1987). Kultur yang sering digunakan dan tersedia secara komersial berasal dari golongan Streptococcus, Lactobacillus dan golongan Micrococcus (Jay, 2000; Kato et al, 2004), Lactobacillus plantarum, Lactobacillus  sake, L. curvatus, Pediococcus lacidactici dan kombinasi yang tepat dengan P.  Pentosaceus (ErdoTMrul et al, 2002). Kultur sosis fermentasi yang diisolasi dari daging sapi murni diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sosis fermentasi dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan kultur komersial yang bukan diisolasi dari daging sapi. Secara alami, terdapat spesies bakteri asam laktat yang tumbuh pada daging sapi murni, salah satunya adalah L. plantarum (Arief et al, 2005). Lactobacillus plantarum adalah alah satu jenis bakteri asam laktat yang banyak ditemukan dalam produk fermentasi sosis dan susu. Lactobacillus plantarum termasuk bakteri gram positif, tidak memiliki kemampuan katalase dan cenderung membentuk rantai-rantai pendek. Lactobacillus plantarum mampu hidup dengan baik pada pH 5 sampai 6,5 dan konsentrasi NaCl 1,5 sampai 2% sehingg a dapat diterapkan baik pada daging PSE (Pale Soft Exudative ), normal maupun DFD (Dark Firm Dry) dan sosis fermentasi dengan formilasi garam sampai 2%. Bakteri ini termasuk dalam famili Lactobacillaceae, genus Lactbacillus dan sub genus streptobacterium. Fardiaz (1989) menyebutkan, bahwa bakteri ini termasuk bakteri homofermentatif dengan kisaran suhu optimum pertumbuhan 37oC atau lebih serta memilki fungsi proteolitik. Aktivitas proteolitik ini dapat membantu mencapai kualitas sosis yang lebh baik karena proses degradasi protein berjalan secara alami (Fadda et al, 1998).
Menurut Raharjo dan Wasito (2002), sosis merupakan produk daging yang digaram dan dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih populer karena bentuknya lonjong bulat. Lebih lanjut, sosis yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat kekenyalan yang lebih tinggi dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih dahulu.
Lebih jauh, Dedi (2012), kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang berarti diasinkan atau diawetkan. Menurut catatan sejarah, yaitu dokumen Yunani yang ditulis sekitar tahun 500 SM, sosis pertama kali dibuat oleh orang Sumaria (sekarang Irak) sekitar tahun 300 SM. Saat itu masyarakat Sumaria akan menghadapi musim paceklik, lalu timbulah ide bagaimana caranya agar makanan yang berlebih masih awet dan bisa dimakan dalam keadaan baik di musim paceklik itu. Alhasil terciptalah makanan siap saji dari daging yang diberi garam dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.
Dibanyak negara, sosis dikembangkan dengan ciri khasnya masing-masing, dengan menggunakan bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional. Bahkan beberapa olahan sosis dinamai dengan nama kota dimana sosis itu berasal antara lain : Sosis Bologna aslinya adalah nama kota di Itali Utara, Sosis Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris misalnya dinamakan sebagai sosis Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain - lain.
Ternyata sosis bernuansa lokal tidak hanya ada di luar Indonesia. Kalau diluar negeri dikenal dengan nama Sosis atau Sausage, kalau di Bali namanya jadi “urutan”. Namanya “urutan” karena untuk memasukkan isi ke dalam usus babi dilakukan sedikit demi sedikit secara manual, dengan cara seolah-olah tampak seperti “diurut” . Bahan utama untuk membuat Urutan Babi atau Sosis Babi adalah usus babi, lalu didalamnya dimasukkan daging babi yang sudah diberi basa genep (bumbu lengkap ala Bali), lalu digoreng hingga matang dan berwarna kecoklatan. Namun ada cara tradisional lainnya biar urutan ini memiliki aroma khas dan pastinya jauh lebih enak. Sebelum digoreng, Urutan biasanya dijempur beberapa hari atau diasapi. Baru setelah kering, bisa digoreng.
Baiklah, untuk kualitas sosis dapat ditentukam dari ; warna, bau, rasa, bentuk, jumlah mikroba dan hygiene. Nah, pertanyaannya sosis yang berwarna seperti apa yang baik? warna untuk sosis yang baik yaitu pink/jingga, sedangkan urutan dari tingkatan baik sampai kurang baik adalah pink, merah darah, merah tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada akirnya merah hangus.
Sedangkan sosis mempunyai bau yang khas atau spesifik yaitu flavor khusus dari asap, biasanya sangit, dan tidak berbau amis. Sosis yang terbaik mempunyai bau gurih, harum karena nitrit dan sirup jagung serta tomato juice, dan sedikit sangit.
2.1  Pediococcus cerevisiae (Bakteri Pembuat Sosis)
Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL) dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Sel bakteri ini terbagi ke dalam dua bidang sehingga membentuk pasangan, tetrad (terususun empat), atau gumpalan sel sferis yang lebih besar. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan. Genus Pediococcus termasuk golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi. Bakteri ini termasuk homofermentatif (hanya menghasilkan asam laktat) dan tidak dapat menggunakan pentosa (karbohidrat beratom C5).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah 25-30 °C dan pH optimum ± 6. Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu, resistensi antibiotik, dan NaCl. Beberapa galur dari Pediococcus telah diketahui memiliki satu atau lebih plasmid dalam berbagai ukuran, yang sebagian di antaranya mengkodekan gen untuk fermentasi karbohidrat dan produksi bakteriosin.
Bakteri Pediococcus banyak digunakan dalam pembuatan sosis. Bahan baku sosis bermacam-macam jenisnya, ada yang menggunakan daging sapi, daging ayam dan daging ikan. Sosis adalah satu-satunya produk daging terfermentasi. Sosis yang telah diolah kemudian disimpan pada suhu 8 derajat celcius selama 40 hari atau lebih, yang selama waktu itu terjadi fermentasi asam laktat disertai dehidrasi daging yang cukup. Tentu saja hal ini meningkatkan kadar garam yang bersama dengan asam laktat mencegah pertumbuhan organisme yang merusak. Saat tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil yang berperan sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa makanan meskipun dalam jumlah kecil. Contohnya Pediococcus dapat menghambat  pertumbuhan Escherichia coli pada sosis fermentasi selama masa inkubasi ( Anonim, 2011). Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi bagian tanaman, di antaranya adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus, dan P. pentosaceus. Sejak tahun 1985, telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp. untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan patogen dalam fermentasi daging dikarenakan kemampuannya menghasilkan asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan kestabilan makanan dalam masa penyimpanan dan menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung protein. Walaupun jenis ini sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan tercatat sayuran. Adapun klasifikasi dari Pediococcus cerevisiae adalah sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom  : Bacteria
Filum        : Firmicutes
Kelas        : Bacilli
Ordo         : Lactobacillales
Famili        : Lactobacillaceae
Genus       : Pediococcus
Species     : Pediococcus cerevisiae

2.2  Jenis-Jenis Sosis
Mengetahui lebih jauh tentang sosis, tentunya kita tidak hanya mengetahui sebatas pengertian sosis. Artinya masih banyak pemahaman tentang jenis-jenis sosis itu seperti apa saja. Sedangkan paparan di atas kita baru mengemas pengertian, ataupun sosis yang baik dan yang buruk saja.
Lebih lanjut, berdasarkan kehalusannya, sosis dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.      Sosis kasar
2.      Sosis emulsi
Sosis kasar, pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling lemak sampai halus kemudian mencampur dengan lemak sampai merata. Sedangkan sosis Emulsi, tahapan pencampuranna terdiri dari pencampuran, pencacahan dan pengemulsian. Berdasarkan proses pengolahannya, sosis secara umum dibedakan menjadi 4 yaitu:
1.   Sosis mentah (fres sausage), sosis ini merupakan sosis yang sudah diolah, namun masih mentah/tanpa pemanasan.
2.   Sosis yang direbus dan diasap (process cooking-boilling and smooking), misal; frankfuter, bologna, knackwurst.
3.   Sosis yang direbus tanpa diasap (process cooking-boilling), misalnya; beer salami, liver sausage.
4.   Sosis kering dan semi kiring (fermentasi), misalnya dry salami.(Soeparno, 1998).
2.3  Bahan Pembuatan Sosis
2.3.1     Daging Sapi
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
2.3.2     Lemak
Kadar lemak mempengaruhi keempukan, jus daging dan kelezatan sosis. Lemak juga melayani fase dispersi (diskontinu) emulsi daging. Kadar lemak bervariasi diantara daging atau hasil sisa, sehingga bisa menimbulkan masalah lemak non-emulsi. Lemak yang tidak teremulsi harus diusahakan minimum. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil daripada lemak babi, karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam-asam lemak jenuh, dapat dilumatkan pada temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak babi lebih mudah mencair pada temperatur yang lebih rendah. Sosis masak harus mengandung lemak lebih dari 30% (Kramlich, 1971; Judge et al., 1989).
2.3.3     Gula
Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber karbohidrat dalam proses fermentasi untuk pembentukan asam laktat. Gula akan difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk fermentasi dengan flavour yang tajam. Di samping itu, gula juga berperan dalam pembentukan citarasa dan tekstur sosis fermentasi (Lucke, 1997).
2.3.4     Garam dan Nitrit
Nitrit Pokeln Saltz (NPS) merupakan campuran garam dapur (NaCl) dan Nitrit (NaNO2) dengan komposisi masing-masing 99,5% dan 0,5%. Garam dapat memperbaiki sifat produk daging dengan cara mengekstraksi protein miofibril dari sel otot selama perlakuan mekanis (misalnya saat penggilingan daging). Garam juga berinteraksi dengan protein sehingga terbentuk matriks yang kuat untuk menghasilkan tekstur produk yang baik (Bacus, 1984). Buege (2001) menyatakan bahwa penambahan nitrit menyebabkan sosis berwarna cokelat (lebih tua dari merah) dan meningkatkan flavour dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hammes et al. (2003) menambahkan, bahwa penggunaan nitrit dan garam dalam adonan sosis berfungsi untuk perkembangan wana, pencegahan proses autooksidasi yang memacu ketengikan dan berkontribusi mempertahankan bakteri Gram positif (Lactobacillus dan bakteri coccus non patogen katalase positif).
2.3.5     Bawang Putih
Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika belum dimemarkan dan dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang ptuih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicin yang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).
2.3.6        Ketumbar
Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bulat dan berwaarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida.
2.3.7        Jahe
Jahe memiliki aroma yang harum dan rasa yang pedas. Rimpang  jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, diantaranya zingberene, curcumine, philandren, dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan.
2.3.8        Pala
Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing. Buahnya berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya. Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna coklat. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun (Wikipedia, 2010b).
2.3.9        Kultur Starter L. Plantarum
Kultur starter adalah strain mikroorganisme yang telah diseleksi dan diketahui dapat melakukan aktivitas metabolisme yang dapat memperbaiki karakteristik bahan yang difermentasi. Biasanya jumlah bakteri terkontrol yang dtambahkan ke dalam makanan mentah sekitar  cfu/ml (Ray, 2001).Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter harus dapat memenuhi kriteria yaitu:

  1. mampu bersaing dengan mikroorganisme lain,
  2. memproduksi asam laktat secara cepat,
  3. ampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 6%,
  4. mampu bereaksi dengan  dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg,
  5.   mampu tumbuh pada suhu antara 15-40˚C,
  6.   termasuk bakteri homofermentatif,
  7.   tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah besar,
  8. dapat mereduksi nitrit dan nitrat,
  9. dapat meningkatkan flavour produk akhir,
  10. tidak memproduksi senyawa asam amino,
  11. dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen , dan
  12. bersifat sinergis dengan senyawa starter lain (Vernam dan Sutherland, 1995).

Lactobacillus plantarum merupakan bakteri homofermentatif (Fardiaz, 1992). Lactobacillus plantarum adalah jenis Lactobacillus yang bersifat anaeobik fakultatif dengan potimal pertumbuhan 30-35% dan pH minimumnya 3,34 (Bacus, 1984). Karakteristik Lactobacillus plantarum adalah berbentuk batang pendek dengan ujung melingkar, membentuk koloni rantai pendek, Gram positif dan katalase negatif (Hidayati, 2006).
2.4  Mekanisme Reaksi Selama Proses Pembuatan Sosis Fermentasi
Dalam sosis fermentasi terdapat kandungan makromolekul seperti karbohidrat, protein, lemak dan fosfolipid. Karbohidrat akan mengalami metabolisme oleh mikroba sehingga dipecah menjadi asam-asam organik. Enzim yang terdapat pada daging akan memecah protein menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu peptida dan asam amino pada reaksi proteolisis. Sedangkan enzim lain yang juga terdapat pada daging akan memecah lemak dan fosfolipid menjadi asam lemak bebas pada reaksi hipolisis.
Asam-asam organik hasil pemecahan karbohidrat akan mempengaruhi rasa (taste) dari sosis. Asam lemak bebas yang berasal dari reaksi hipolisis (pemecahan lemak dan fosfolipid) akan mempengaruhi aroma (flavor) sosis. Sedangkan peptida dan asam amino hasil pemecahan protein akan mempengaruhi rasa dan aroma sosis.
2.5  Pengendalian Proses Pembuatan Sosis Fermentasi
Tahapan Proses 
Sosis Semi Kering 
Sosis Kering
Persiapan 
Suhu daging <7°C; pH <5.8; tidak ada kontaminasi silang
Chilling/Freezing 
Suhu daging <2°C
Pemberian Bumbu dan Pencampuran 
100-125 mg NaNO2/kg; Pediococcus acidilactici; Gula 0,5-0,8%; Aw 0,95
50-70 mg NaNO2/kg; Lactobacillus atau Pediococcus atau campuran Micrococcus dan Lactobacillus; Gula 0,3-0,5%; Aw 0,95
Fermentasi 
20-25°C; 2-3 hari; pH<5.3 
18-22°C; 3 hari; pH <5.3
Agin/Drying 
<15°C; RH 70-80%; Aw 0.93 
10-15°C; RH 70-80%; Aw <0.90
Penyimpanan 
<15°C 
<25°C 
Proses pembuatan sosis fermentasi meliputi tahapan persiapan, chilling/ freezing, pemberian bumbu dan pencampuran, filling/ pengisian, fermentasi, pengasapan aging/ drying, dan penyimpanan.
2.5.1        Persiapan
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan daging yang baik kemudian dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil. Daging tersebut kemudian dicincang menjadi daging yang lebih halus. Dalam tahap ini harus dilakukan proses penanganan yang tepat agar daging tidak mengalami kontaminasi silang.
2.5.2        Chilling/ Freezing
Pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan dapat dicegah dengan cara penurunan suhu. Terdapat dua macam pengawetan dengan suhu rendah, yaitu pendinginan cara chilling dan deep-feezing (pembekuan pada suhu sangat rendah).
Pada pendinginan cara chilling, pangan ditempatkan pada suhu diatas titik beku air (diatas 0°C). Suhu di dalam alat pendingin rumah tangga adalah dalam kisaran 0-5°C. Pertumbuhan hampir semua mikroorganisme diperlambat dan beberapa diantaranya dapat mengalami kematian. Namun beberapa mikroorganisme tetap tumbuh lambat pada suhu tersebut dan spora bakteri tetap bertahan hidup.
Pada deep-freezing, pangan disimpan pada suhu -18°C atau lebih rendah lagi. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut.
2.5.3        Pemberian Bumbu dan Pencampuran
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada, pala, bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah daging dicincang halus, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan untuk memecah curing agents, memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.
2.5.4        Filling/ Pengisian
Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. Pemasukan adonan sosis ke dalam casing menggunakan alat khusus (disebut stuffer) yang bertujuan membentuk dan mempertahankan kestabilan sosis.
2.5.5        Fermentasi
Tahapan ini merupakan tahap peningkatan suhu sosis yang memungkinkan bakteri alami tumbuh dan bereaksi dengan daging. Fermentasi merupakan tahapan penting pada proses pembuatan sosis dan suhu yang tepat juga memainkan peran yang penting. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi kecepatan pertumbuhan bakteri. Suhu pertumbuhan yang terbaik adalah suhu tubuh kita (36,6°C).
2.5.6        Pengasapan
Pengasapan berfungsi untuk menghabat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak dan memberi flavour pada daging yang sedang diproses (Lawrie, 1998). Proses pengasapan dapat dilaksanakan dengan proses konvensional, yaitu dengan menggantungkan produk dalam ruangan selama 4-8 jam pada suhu 35-40˚C (Buckle et al., 1987). Kombinasi panas dan asap efektif dalam mengurangi populasi mikroba di permukaan daging secara signifikan. Kayu yang baik untuk pengasapan adalah kayu yang menghasilkan banyak asap dan lambat terbakar. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu kaswari, kayu bakar, dan kayu keras lainnya, selain itu tempurung dan sabut kelapa serta serbuk gergaji dapat digunakkan untuk proses pengasapan. Harris dan Karmas (1989), menyatakan bahwa pengeringan permukaan dan koagulasi protein dihasilkan dari kondensasi formaldehid dan fenol. Hal tersebut menghasilkan penghambatan fisik dan kimia yang efektif terhadap pertumbuhan dan penetrasi mikroba pada produk yang dihasilkan.
2.5.7        Agin/ Drying
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi/ mengeluarkan sebagian air dari sosis dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air sosis dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur sosis. Pengeringan dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak, protein sehingga bahan pangan memiliki kualitas simpan yang lebih baik.
2.5.8        Penyimpanan
Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi jenis dan bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis dan keadaan kemasan, perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.
2.6  Karakteristik Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi yang telah jadi akan memiliki karakteristik pH yang asam, yaitu 4,8-5,3. Pada sosis kering (dry sausage) akan terjadi penurunan berat sebesar 60-70% dari berat awal setelah dilakukan proses fermentasi, sehingga kadar air akhir dari sosis kering yaitu 25-45% dengan ratio perbandingan antara air dan protein sebesar 2,3 : 1. Sedangkan pada sosis semi kering (semi dry sausage), kadar air pada akhir prosesnya yaitu 55-60% dengan ratio perbandingan antara air dan protein sebesar 3,7 : 1.
Pertumbuhan kapang, khamir atau bakteri pada permukaan sosis dapat menyebabkan kondisi permukaan berjamur atau berlendir. Hal ini dapat terjadi ketika sosis diperlakukan buruk dan dikeringkan. Kelembaban menjadi meningkat sehingga suhu penyimpanan berubah, terutama dari suhu rendah ke suhu yang lebih tinggi. Permukaan yang berlendir dan berjamur ini adalah akumulasi besar sel mikroba yang dapat menyebabkan perubahan karakteristik pada produk akhir.
2.7  Manfaat Sosis Fermentasi
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengkonsumsian sosis fermentasi, yaitu:
  • Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya (mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
  • Meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri baik dalam saluran pencernaan sehingga dapat menghindarkan dari berbagai macam penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan
Memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah diserap dan dicerna oleh tubuh.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·         Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein
·         Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL) dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Sel bakteri ini terbagi ke dalam dua bidang sehingga membentuk pasangan, tetrad (terususun empat), atau gumpalan sel sferis yang lebih besar. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan. Genus Pediococcus termasuk golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi. Bakteri ini termasuk homofermentatif (hanya menghasilkan asam laktat) dan tidak dapat menggunakan pentosa (karbohidrat beratom C5).


DAFTAR PUSTAKA

Raharjo, A.H.D dan Wasito, samsu. 2002. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press: Yogykarta.

Wood, B. J. B. 1998. Microbiology of Fermented Foods Volume 2 Second Edition. Thomson Science. USA
Bacus, J. N. 1984. Utilization of Microorganism in Meat Processing. A Handbook for Meatplant Operators. John Wiley and Son Inc., New York.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo and Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.